Senin, 21 Februari 2022
Rabu, 09 Februari 2022
AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF
AKSI
NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF
Triana
Hardiningsih, M.Pd.
CGP
04.026 Kab Grobogan
SMA
N 1 Purwodadi
A.
LATAR BELAKANG
Tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar
Dewantara yaitu menuntun segala kodrat
yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh
atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat
memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan
kodrat anak.
Kekuatan kodrat anak ada dua yaitu kodrat
alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan
“bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan
dengan “isi” dan “irama”.
Pendidik hendaknya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan
kodrat zaman. Artinya dalam mendidik sesuai dengan tuntutan alam dan zaman yang
sedang dilalui anak.
Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi
kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan
agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’
dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam
belajar. Selain pendidik, keluarga terutama orang tua juga sebagai penuntun dan
pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.
Guru Penggerak merupakan program
pemerintah yang dibentuk untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang menerapkan
merdeka belajar dan berperan dalam menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan
guna mewujudkan pendidikan yang berorientasi pada murid. Nilai Guru
Penggerak terdiri mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada
murid. Sedangkan peran Guru Penggerak berupa pemimpin pembelajaran, menggerakkan
komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar
guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid. Kelima nilai tersebut mendukung Guru
Penggerak dalam melaksanakan perannya Guru Penggerak dan mewujudkan profil
Pelajar Pancasila.
Tujuan pendidikan dari Ki Hadjar
Dewantara ini sejalan dengan nilai dan peran Guru Penggerak yaitu
menuntun murid dengan menjadikan subjek pembelajaran menggunakan kodrat alam,
jaman, dan bermain untuk memperbaiki
lakunya sehingga tercipta Profil Pelajar Pancasila. Saat menuntun, guru
memberikan keteladanan bersifat pembiasaan melalui nilai-nilai yang dilakukan
secara konsisten dan sistematik melalui perannya.
Keteladanan
yang membawa perubahan positif dan konstruktif tentunya membutuhkan waktu dan
bersifat bertahap sehingga tercipta budaya positif yang dapat mendukung terwujudnya visi Guru
Penggerak mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang merdeka belajar. Visi
tersebut dapat terwujud melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan
BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur
Eksekusi).
Salah
satu wujud budaya positif adalah disiplin positif yang bertujuan untuk
menanamkan motivasi ketiga dari tiga motivasi perilaku manusia yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan
dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Untuk
terwujudnya budaya positif, perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan
atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga.
Budaya
positif menjadi kebiasaan di sekolah terwujud jika sekolah menyediakan
lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid mampu berpikir, bertindak,
dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab.
Menurut
Ki Hajar Dewantara, syarat utama untuk menciptakan murid yang merdeka adalah
harus ada disiplin diri yang kuat, yang berasal dari motivasi internal. Jika
murid tidak mempunyai motivasi internal maka diperlukan pihak lain, yaitu
sekolah, untuk mendisiplinkannya yang wujudnya berupa motivasi eksternal.
(Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka. Cetakan Kelima. 2013. Halaman
470)
Pernyataan
tersebut sejalan dengan pemikiran Diana Gossen dalam bukunya Restructuring
School Doiscipline, 2001. Disiplin dapat berarti belajar atau murid/pengikut.
Untuk menjadi seorang murid/pengikut, seseorang harus paham betul alasan mereka
mengikuti suatu aliran/ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah
motivasi intrinsik bukan ekstrinsik.
Pelanggaran
terhadap keyakinan karena adanya kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi
seperti kebutuhan untuk bertahan hidup, cinta dan kasih sayang, kebebasan,
kesenangan, dan kekuasaan. Untuk menerapkan disiplin yang berpusat pada murid
maka digunakan pendekatan Restitusi yang disebut dengan lima posisi kontrol
yaitu penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, monitor/pemantau, dan
manajer. Posisi manajer adalah pencapaian tertinggi guru dalam menerapkan
disiplin. Cara melakukan Restitusi melalui tiga tahapan yang tidak harus
dilakukan satu persatu. Ketiga tahapan tersebut dikenal dengan istilah Segitiga
Restitusi yaitu 1) menstabilkan identitas, 2) validasi tindakan salah, dan 3)
menanyakan keyakinan.
Menggunakan
restitusi dalam menerapkan disiplin positif membantu murid menjadi lebih
memiliki tujuan dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Dengan demikian
diharapkan visi Guru Penggerak dapat tercapai.
SMA Negeri 1 Purwodadi memiliki murid
yang berasal dari latar belakang beragam ditinjau antara lain lingkungan
keluarga, sosial, ekonomi, kemampuan akademik, dan pendidikan orang tua. Hal
ini tentunya berpengaruh pada kodrat anak. Agar tercipta Profil Pelajar
Pancasila, saya sebagai Calon Guru Penggerak sudah seharusnya memberikan keteladanan
berupa budaya positif yang bersifat pembiasaan melalui nilai-nilai yang
dilakukan secara konsisten dan sistematik saat menuntun murid untuk memperbaiki lakunya.
Tentunya tanpa dukungan sekolah dan warga sekolah, hal ini tidak akan terwujud.
Untuk itu, penulis juga memberikan keteladanan dan membagikan info serta
pengetahuan kepada warga sekolah, khususnya rekan sejawat.
B. TUJUAN
AKSI NYATA
1. Membiasakan
murid untuk melakukan kegiatan refleksi setelah melakukan kegiatan dan membuat harapan untuk kegiatan yang akan
dilaksanakan.
2. Menimbulkan
profil Pelajar Pancasila pada murid dengan kesadaran sendiri.
3. Menjadikan
murid sebagai subjek pembelajaran.
4. Menjadikan
lingkungan sekolah nyaman untuk belajar sehingga tercipta budaya positif.
C. DESKRIPSI
AKSI NYATA
Berikut
aksi nyata yang telah penulis laksanakan.
1. Pengimbasan
modul 1.1 tentang Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan modul 1.4 tentang
Budaya Positif
Pengimbasan
modul tersebut bertujuan untuk menggerakkan rekan sejawat agar tergerak untuk
melaksanakan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan budaya positif dalam
kelas. Timbul pertanyaan yang menandakan bahwa rekan sejawat paham dan ingin
melaksanakan hal-hal tersebut.
2. Murid
membuat refleksi semester ganjil dan harapan untuk semester genap.
Melakukan
refleksi di setiap akhir kegiatan membuat kita menjadi tahu kelebihan dan
kekurangan yang telah dilakukan. Refleksi juga menjadi pengalaman dan pembelajaran
untuk menjadi lebih baik di kegiatan berikutnya.
Membuat
harapan untuk kegiatan yang akan dilaksanakan menjadi poin penting sebagai
acuan bertindak.
Aksi
nyata tersebut penulis laksanakan di awal masuk semester genap dengan meminta
nurid menuliskan refleksi dan harapannya di dalam buku catatan dilanjutkan
menguploadnya di kelas maya Google Classroom.
3. Membuat
keyakinan kelas melalui aplikasi padlet.
Setiap
tindakan/perilaku murid di dalam kelas dapat menentukan terciptanya lingkungan
positif yang dapat menjadi kebiasaan sehingga menjadi sebuah budaya yang
positif. Terbentuknya budaya positif tersebut dimulai dari disepakatinya
keyakinan kelas.
Setelah
membuat refleksi dan harapan, penulis melanjutkan aksi nyata membuat keyakinan
kelas dengan menggunakan aplikasi padlet. Dua hal baru tersebut cukup membuat
murid-murid tertantang. Mereka belum pernah membuat keyakinan-keyakinan kelas
yang kemudian menjadi kesepakatan kelas dan menggunakan aplikasi padlet.
4. Menggerakan
teman sesama CGP untuk membuat keyakinan kelas menggunakan aplikasi padlet.
Usai
mengajak murid membuat keyakinan kelas, penulis mengajak dan mengingatkan
sesama CGP di SMA Negeri 1 Purwodadi untuk mempraktekkan membuat keyakinan
kelas dengan menggunakan padlet. Beberapa CGP tersebut belum bisa menggunakan
aplikasi padlet. Namun karena tidak gagap teknologi, dengan sedikit info dari
penulis, akhirnya rekan-rekan dapat mempraktekkan hal penting tersebut sebelum
memulai pembelajaran.
Dengan
demikian tercipta lingkungan positif yang dapat membentuk budaya yang positif
juga. Kumpulan kelas-kelas yang berlingkungan positif menjadi teladan bagi
kelas lain sehingga sekolah juga menjadi lingkungan positif sehingga tercipta
budaya positif secara global.
5. Li
Jum Pah (lihat jumput sampahmu)
Lingkungan
kelas yang bersih membuat warga kelas menjadi nyaman belajar dan berperilaku.
Karakter pedulian lingkungan murid perlu ditingkatkan dengan motivasi eksternal
dulu secara rutin sehingga menjadi motivasi internal yang menjadi kebiasaan.
Sebelum
pembelajaran, penulis selalu meminta murid untuk melihat daerah sekitarnya
termasuk laci meja, menjumput sampah yang terlihat, kemudian membuangnya di
tempat sampah.
6. Cemani
(cerita lima menit)
Berdasarkan
info www.kominfo.go.id, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah
soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO,
minat baca masyarakat Indonesia 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia,
cuma satu orang yang rajin membaca. Tentunya ini sangat memprihatinkan. Padahal,
dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia
berada di atas negara-negara Eropa.
SMA
Negeri 1 Purwodadi sejak tahu 2019 mencanangkan GELIS (Gerakan Literasi
Sekolah) berupa antara lain membiasakan murid membaca buku non fiksi selama 15
menit di awal pembelajaran jam pertama dan membuat rangkuman hasil membaca
secara tertulis dan menjadikan sebuah buku.
Pandemi
covid mempengaruhi pelaksanaan GELIS. Setelah mulai ada PTM terbatas, penulis mulai
melaksanakan lagi gerakan membaca selama 15 menit dilanjutkan dengan CEMANI
(cerita lima menit). Salah satu murid yang ditunjuk secara acak, maju ke depan
kelas untuk bercerita isi buku yang di baca. Beberapa murid yang ditunjuk ada
yang meminta untuk diijinkan bercerita tentang peristiwa yang dialami atau
kegiatan yang telah dilakukan.
Bercerita
sebuah kegiatan yang memicu kemampuan berpikir kritis untuk merangkai kata-kata
menjadi sebuah kalimat yang merupakan rangkuman hasil membaca buku atau kilas
balik peristiwa maupun kejadian yang dialami.
Aktivitas
tersebut juga menjadikan murid suka membaca, percaya diri dengan kemampuan
berbicara di depan kelas, serta menghargai diri sendiri dan teman yang maju.
7. Membudayakan
literasi materi sebelum pembelajaran.
Tujuan pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara yang
sejalan dengan nilai dan peran Guru Penggerak yaitu menuntun
murid dengan menjadikannya subjek pembelajaran menggunakan kodrat alam, jaman,
dan bermain untuk memperbaiki lakunya
sehingga tercipta Profil Pelajar Pancasila.
Sebagai
subjek pembelajaran, murid menjadi tokoh utama dalam proses belajar mengajar di
kelas. Metode ceramah tidak mendominasi dalam kegiatan belajar. Ketika murid
hendak belajar di kelas, mereka sudah seharusnya mempunyai bekal pengetahuan
materi yang dipelajari. Sehingga saat proses belajar, mereka bisa bertanya
hal-hal yang tidak dipahami.
Materi
yang hendak dipelajari, penulis bagikan di kelas maya Google Classroom berupa
pdf atau tulisan di blog atau video pembelajaran hasil karya penulis sendiri
dengan menggunakan aplikasi Animaker dan Easy Sketch. Saat membagikan sehari
sebelum pembelajaran. Atau sebelum memulai pembelajaran dan meminta murid untuk
literasi selama 15-20 menit.
8. Tugas
projek membuat poster ringkasan materi.
Tugas
projek individu berupa membuat poster ringkasan materi lingkaran yang dapat
memicu kreativitas dan inovasi. Untuk media yang digunakan, guru memberikan
kebebasan pada murid. Ada yang mengerjakan secara manual dan ada yang
menggunakan aplikasi seperti canva, power point, microsoft word.
9. Melaksanakan
restitusi untuk menyelesaikan murid yang bermasalah.
Penerapan
segitiga restitusi saat menyelesaikan masalah seorang murid yang melanggar
keyakinan kelas.
10. Menugaskan
murid berkolaborasi mengerjakan lembar kerja kelompok.
Kolaborasi
antara murid PTM dan PJJ menjembatani keterbatasan waktu dan tempat.
Menimbulkan sikap tanggung jawab, kritis, peduli, rasa ingin tahu, dan tolong
menolong.
Diskusi
kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 2 murid PTM dan 2 murid PJJ membahas
materi Polinomial mata pelajaran matematika peminatan. Diskusi dilaksanakan
dalam kelas melalui aplikasi WhatsApp Grup kecil dengan guru dimasukkan dalam
WAG tersebut sehingga dapat memantau jalannya diskusi.
D. TOLAK
UKUR KEBERHASILAN
Keberhasilan
aksi nyata dapat dilihat dari budaya positif yang menjadi kebiasaaan pada warga
sekolah.
E.
TANTANGAN KEGIATAN
Motivasi
internal warga sekolah terutama murid yang masih perlu ditingkatkan.
F. HASIL
AKSI NYATA
G. RENCANA
PERBAIKAN
Hal yang mendasar untuk diperbaiki dari aksi nyata
yang sudah penulis laksanakan adalah memperbaiki dengan menumbuhkan motivasi
internal dari warga sekolah, khususnya murid.
Demikian aksi
nyata yang sudah penulis laksanakan dalam satu bulan ini. Semoga bermanfaat.