Tampilkan postingan dengan label AKSI NYATA CGP 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AKSI NYATA CGP 4. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Juli 2022

AKSI NYATA MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID

 

Aksi Nyata

Modul 3.3 Pengelolaan Program yang Berdampak Pada Murid

 

Peristiwa

CERMIN SI GELIS (cerita lima menit hasil gerakan literasi) merupakan kegiatan kokurikuler yang mencerminkan kegiatan sesuai kodrat anak dan jaman serta berpihak pada anak sesuai dengan visi sekolah yang ingin dicapai CGP yaitu Unggul dalam Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Literasi termasuk budaya positif bagian dari Profil Pelajar Pancasila. Pembelajaran sosio emosional terintegrasi dengan diferensiasi konten, proses, dan produk dari program ini terlihat dari cara membaca, dan hasil/bentuk laporannya. Pengambilan keputusan merencanakan program ini berdasarkan pemetaan aset sekolah yang telah dilakukan seperti dari hasil evaluasi program sekolah, GELIS merupakan program unggulan SMAN 1 Purwodadi. Hasil literasi dikumpulkan dan dibukukan menjadi antologi ber-ISBN. Namun karena pandemi covid 19, program terhenti.

CERMIN SI GELIS program yang murid inginkan (suara) untuk menjadi pembiasaan sebelum pelajaran Matematika seminggu 2 kali. Rekam jejak literasi setiap murid (kepemilikan) ditulis di google docs seminggu sekali dengan guru diberikan link untuk mengecek & memberi tanggapan positif.

Karakteristik lingkungan program yang dilaksanakan di kelas XII MIPA 5-7 denganusia antara  17-19 tahun adalah melatih keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif, dan bijaksana.

 

Perasaan

Di awal kegiatan, murid masih bingung menentukan buku/film/cerita fiksi yang ingin dibaca. Guru menyarankan fiksi yang mudah dipahami dan harus satu buku selama program CERMIN SI GELIS berjalan. Sesi CERMIN menunjukkan kemampuan murid menceritakan kembali hasil membacanya. Beberapa murid dapat menceritakannya dengan runtut, apik, dan melibatkan emosionalnya. Hal yang diluar ekspetasi saya. Luar biasa.

 

Pembelajaran

Seiring dengan perkembangan dan sesuai kodrat jaman anak, murid ada yang menginginkan literasi digital seperti menonton film atau membaca novel digital seperti wattpad, KBM App dan lain sebagainya. Guru menuruti keinginan murid karena sesuai dengan tujuan gerakan ini.

Penerapan

Pada gerakan CERMIN SI GELIS berikutnya, saya akan memberi kebebasan pada murid untuk laporan hasil literasinya (diferensiasi produk) bisa berupa artikel, video, doodle, ataupun yang lainnya.

 

Dokumentasi Aksi Nyata Modul 3.3



 Kegiatan GELIS (Gerakan Literasi) di kelas XII MIPA 7



GELIS (Gerakan Literasi) buku novel


GELIS (Gerakan Literasi) digital pada Wattpad






Saat CERMIN (cerita lima menit)






Rekam jejak CERMIN SI GELIS di Google Docs

 

 

Demikian aksi nyata untuk Modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berdampak Pada Murid. Semoga bermanfaat.

 

AKSI NYATA MODUL 3.2 PEMIMPIN PEMBELAJARAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

 

Aksi Nyata

Modul 3.2 Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya

 

Peristiwa

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, saya selalu berpikir positif dalam menghadapi masalah dan menggunakan Pendekatan Berbasis Aset dalam mengoptimalkan tujuh aset sekolah bahkan daerah untuk pembelajaran yang berpihak pada murid sesuai dengan kodrat dan jaman anak. Contohnya, saya menggunakan platform digital belajar yang mendukung pembelajaran.

Saya menyadari karakteristik setiap murid unik dan berbeda. Untuk itu saya menggunakan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosio emosi dalam proses belajar didukung dengan tempat belajar yang baik (modal fisik), lingkungan yang sehat dan nyaman, sarana dan prasarana belajar yang mendukung karena finansial yang transparan dan tepat guna, ekstrakurikuler yang mewadahi minat bakat murid, instansi pemerintah sebagai sumber belajar nyata, dan toleransi beragama yang kondusif serta budaya sekolah yang positif akan menjadikan pembelajaran berpihak pada murid.

Pada materi Menggambar Grafik Fungsi Aljabar, ada materi yang berupa bacaan dan video yang dapat diakses murid sesuai gaya belajar. Dilanjutkan dengan diskusi kelompok sesuai gaya belajar dan menghasilkan produk berupa gambar grafik fungsi aljabar yang dilukis secara manual atau menggunakan GeoGebra. Saat di awal pembelajaran, murid diajak guru melakukan gerakan meaningfull yaitu STOP. Dan ada ice breaking sebelum presentasi hasil diskusi.

 

Perasaan

Melakukan diferensiasi mengajar sederhana dengan memberikan konten yang berbeda sesuai gaya belajar murid, proses belajar yang melibatkan pembelajaran sosio emosi, dan ice breaking yang juga sederhana ternyata mempengaruhi aktivitas dan perasaan murid. Murid senang belajar, mandiri, bertanggung jawab dalam belajar, terbiasa berpikir kritis, siap sebelum mengikuti pembelajaran di kelas, dan merasa diperhatikan. Pembelajaran menjadi menyenangkan dan berpusat pada murid.

 

Pembelajaran

Murid menyukai hal-hal terkait teknologi dan menjadi bagian dari keseharian murid.

Jika saat PJJ menggunakan teknologi, maka saat PTM juga harus menggunakan teknologi.

Saya terlatih menyampaikan diferensiasi konten, komunikasi dua arah dengan murid,

keterampilan menggunakan teknologi meningkat, belajar ilmu/keterampilan terkait

platfom pembelajaran yang lain, dan kreatif menggunakan ice breaking.

 

Penerapan

Umpan balik selesai pembelajaran secara lesan dari murid, rekan sejawat, dan pengajar praktik memotivasi saya untuk selalu menerapkan pembelajaran berdiferensiasi terintegrasi dengan pembelajaran sosio emosi.

Dokumentasi Aksi Nyata Modul 3.2

Diferensiasi konten

Meaningfull STOP



Diskusi kelompok

Ice Breaking

Demikian aksi nyata untuk Modul 3.2 tentang Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya. Semoga bermanfaat.



AKSI NYATA MODUL 3.1 PENGAMBIL KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 

Aksi Nyata

Modul 3.1 Pengambil Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Peristiwa

Saya memberikan les privat pada beberapa murid dimana ada murid yang saya ajar di kelas dan ada yang berbeda guru. Diawal saat les, saya menegaskan bahwa murid  ikut les karena ingin bisa memahami dan menguasai Matematika bukan karena ingin nilai Matematika bagus dari guru karena ikut les. Permasalahan dilema etika datang saat menjelang Penilaian Akhir Tahun, murid les bertanya apakah saya yang membuat soal PAT? Permasalahannya jika saya menjawab jujur maka murid les akan mengharapkan bocoran soal PAT dan jika tidak menjawab jujur, murid les tidak semangat mengikuti pembelajaran di les.

Paradigma masalah ini adalah kebenaran lawan kesetiaan dan prinsip yang digunakan : berpikir berbasis rasa peduli. Berdasarkan 9 konsep  pengambilan dan pengujian keputusan, saya memutuskan menjawab jujur pertanyaan murid les, berdasar opsi trilema memberikan kisi-kisi PAT ke semua murid di sekolah, dan saat les membahas soal sesuai kisi-kisi PAT. Jadi tetap adil untuk semua murid saya, baik yang les maupun yang tidak les.

 

Perasaan

Saat menghadapi pertanyaan murid les, muncul dilema etika dalam diri saya. Menjawab jujur atau tidak. Ada juga rasa kecewa mengapa murid les bertanya tentang membuat soal. Namun pada akhirnya saya memahami jika mereka bertanya karena ingin tahu dan memastikan model tingkat kesulitan soal dari pembuatnya yaitu saya atau guru lainnya.

 

Pembelajaran

Materi modul 3.1 Pemimpin Pembelajaran sebagai Pengambil Keputusan ternyata tidak hanya berguna menyelesaikan masalah di lingkungan sekolah, namun juga berguna dalam lingkungan non formal dan dalam kehidupan sehari-hari. Memahami paradigma dilema etika, prinsip dilema etika, dan 9 konsep  pengambilan dan pengujian keputusan membantu menyelesaikan dilema etika dengan tepat.

 

Penerapan

Saya akan menggunakan  paradigma dilema etika, prinsip dilema etika, dan 9 konsep pengambilan dan pengujian keputusan untuk menyelesaikan dilema etika baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah sehingga diperoleh keputusan yang tepat untuk semuanya.

 

Dokumentasi Aksi Nyata Modul 3.1

Kegiatan les


Saat murid bertanya tentang siapa yang membuat soal PAT

Kisi PAT

Demikian aksi nyata untuk Modul 3.1 tentang Pengambil Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran. Semoga bermanfaat.

Rabu, 09 Februari 2022

AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

 

Text Box:AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIFText Box:

Triana Hardiningsih, M.Pd.

CGP 04.026 Kab Grobogan

SMA N 1 Purwodadi

A.       LATAR BELAKANG

Tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara  yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat  menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan  tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Kekuatan kodrat anak ada dua yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”. Pendidik hendaknya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Artinya dalam mendidik sesuai dengan tuntutan alam dan zaman yang sedang dilalui anak.

Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Selain pendidik, keluarga terutama orang tua juga sebagai penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.

Guru Penggerak merupakan program pemerintah yang dibentuk untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang menerapkan merdeka belajar dan berperan dalam menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan guna mewujudkan pendidikan yang berorientasi pada murid. Nilai Guru Penggerak terdiri mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Sedangkan peran Guru Penggerak berupa pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid. Kelima nilai tersebut mendukung Guru Penggerak dalam melaksanakan perannya Guru Penggerak dan mewujudkan profil Pelajar Pancasila.

Tujuan pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara ini sejalan dengan nilai dan peran Guru Penggerak yaitu menuntun murid dengan menjadikan subjek pembelajaran menggunakan kodrat alam, jaman, dan bermain  untuk memperbaiki lakunya sehingga tercipta Profil Pelajar Pancasila. Saat menuntun, guru memberikan keteladanan bersifat pembiasaan melalui nilai-nilai yang dilakukan secara konsisten dan sistematik melalui perannya.

Keteladanan yang membawa perubahan positif dan konstruktif tentunya membutuhkan waktu dan bersifat bertahap sehingga tercipta budaya positif  yang dapat mendukung terwujudnya visi Guru Penggerak mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang merdeka belajar. Visi tersebut dapat terwujud melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur Eksekusi).

Salah satu wujud budaya positif adalah disiplin positif yang bertujuan untuk menanamkan motivasi ketiga dari tiga motivasi perilaku manusia  yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Untuk terwujudnya budaya positif, perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga.

Budaya positif menjadi kebiasaan di sekolah terwujud jika sekolah menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab.

Menurut Ki Hajar Dewantara, syarat utama untuk menciptakan murid yang merdeka adalah harus ada disiplin diri yang kuat, yang berasal dari motivasi internal. Jika murid tidak mempunyai motivasi internal maka diperlukan pihak lain, yaitu sekolah, untuk mendisiplinkannya yang wujudnya berupa motivasi eksternal. (Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka. Cetakan Kelima. 2013. Halaman 470)

Pernyataan tersebut sejalan dengan pemikiran Diana Gossen dalam bukunya Restructuring School Doiscipline, 2001. Disiplin dapat berarti belajar atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid/pengikut, seseorang harus paham betul alasan mereka mengikuti suatu aliran/ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik bukan ekstrinsik.

Pelanggaran terhadap keyakinan karena adanya kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi seperti kebutuhan untuk bertahan hidup, cinta dan kasih sayang, kebebasan, kesenangan, dan kekuasaan. Untuk menerapkan disiplin yang berpusat pada murid maka digunakan pendekatan Restitusi yang disebut dengan lima posisi kontrol yaitu penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, monitor/pemantau, dan manajer. Posisi manajer adalah pencapaian tertinggi guru dalam menerapkan disiplin. Cara melakukan Restitusi melalui tiga tahapan yang tidak harus dilakukan satu persatu. Ketiga tahapan tersebut dikenal dengan istilah Segitiga Restitusi yaitu 1) menstabilkan identitas, 2) validasi tindakan salah, dan 3) menanyakan keyakinan.

Menggunakan restitusi dalam menerapkan disiplin positif membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Dengan demikian diharapkan visi Guru Penggerak dapat tercapai.

SMA Negeri 1 Purwodadi memiliki murid yang berasal dari latar belakang beragam ditinjau antara lain lingkungan keluarga, sosial, ekonomi, kemampuan akademik, dan pendidikan orang tua. Hal ini tentunya berpengaruh pada kodrat anak. Agar tercipta Profil Pelajar Pancasila, saya sebagai Calon Guru Penggerak sudah seharusnya memberikan keteladanan berupa budaya positif yang bersifat pembiasaan melalui nilai-nilai yang dilakukan secara konsisten dan sistematik saat menuntun murid untuk memperbaiki lakunya. Tentunya tanpa dukungan sekolah dan warga sekolah, hal ini tidak akan terwujud. Untuk itu, penulis juga memberikan keteladanan dan membagikan info serta pengetahuan kepada warga sekolah, khususnya rekan sejawat.

B.       TUJUAN AKSI NYATA

1.      Membiasakan murid untuk melakukan kegiatan refleksi setelah melakukan kegiatan  dan membuat harapan untuk kegiatan yang akan dilaksanakan.

2.      Menimbulkan profil Pelajar Pancasila pada murid dengan kesadaran sendiri.

3.      Menjadikan murid sebagai subjek pembelajaran.

4.      Menjadikan lingkungan sekolah nyaman untuk belajar sehingga tercipta budaya positif.

C.     DESKRIPSI AKSI NYATA

Berikut aksi nyata yang telah penulis laksanakan.

1.      Pengimbasan modul 1.1 tentang Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan modul 1.4 tentang Budaya Positif

Pengimbasan modul tersebut bertujuan untuk menggerakkan rekan sejawat agar tergerak untuk melaksanakan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan budaya positif dalam kelas. Timbul pertanyaan yang menandakan bahwa rekan sejawat paham dan ingin melaksanakan hal-hal tersebut.

2.      Murid membuat refleksi semester ganjil dan harapan untuk semester genap.

Melakukan refleksi di setiap akhir kegiatan membuat kita menjadi tahu kelebihan dan kekurangan yang telah dilakukan. Refleksi juga menjadi pengalaman dan pembelajaran untuk menjadi lebih baik di kegiatan berikutnya.

Membuat harapan untuk kegiatan yang akan dilaksanakan menjadi poin penting sebagai acuan bertindak.

Aksi nyata tersebut penulis laksanakan di awal masuk semester genap dengan meminta nurid menuliskan refleksi dan harapannya di dalam buku catatan dilanjutkan menguploadnya di kelas maya Google Classroom.

3.      Membuat keyakinan kelas melalui aplikasi padlet.

Setiap tindakan/perilaku murid di dalam kelas dapat menentukan terciptanya lingkungan positif yang dapat menjadi kebiasaan sehingga menjadi sebuah budaya yang positif. Terbentuknya budaya positif tersebut dimulai dari disepakatinya keyakinan kelas.

Setelah membuat refleksi dan harapan, penulis melanjutkan aksi nyata membuat keyakinan kelas dengan menggunakan aplikasi padlet. Dua hal baru tersebut cukup membuat murid-murid tertantang. Mereka belum pernah membuat keyakinan-keyakinan kelas yang kemudian menjadi kesepakatan kelas dan menggunakan aplikasi padlet.

4.      Menggerakan teman sesama CGP untuk membuat keyakinan kelas menggunakan aplikasi padlet.

Usai mengajak murid membuat keyakinan kelas, penulis mengajak dan mengingatkan sesama CGP di SMA Negeri 1 Purwodadi untuk mempraktekkan membuat keyakinan kelas dengan menggunakan padlet. Beberapa CGP tersebut belum bisa menggunakan aplikasi padlet. Namun karena tidak gagap teknologi, dengan sedikit info dari penulis, akhirnya rekan-rekan dapat mempraktekkan hal penting tersebut sebelum memulai pembelajaran.

Dengan demikian tercipta lingkungan positif yang dapat membentuk budaya yang positif juga. Kumpulan kelas-kelas yang berlingkungan positif menjadi teladan bagi kelas lain sehingga sekolah juga menjadi lingkungan positif sehingga tercipta budaya positif secara global.

5.      Li Jum Pah (lihat jumput sampahmu)

Lingkungan kelas yang bersih membuat warga kelas menjadi nyaman belajar dan berperilaku. Karakter pedulian lingkungan murid perlu ditingkatkan dengan motivasi eksternal dulu secara rutin sehingga menjadi motivasi internal yang menjadi kebiasaan.

Sebelum pembelajaran, penulis selalu meminta murid untuk melihat daerah sekitarnya termasuk laci meja, menjumput sampah yang terlihat, kemudian membuangnya di tempat sampah.

6.      Cemani (cerita lima menit)

Berdasarkan info www.kominfo.go.id, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, cuma satu orang yang rajin membaca. Tentunya ini sangat memprihatinkan. Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

SMA Negeri 1 Purwodadi sejak tahu 2019 mencanangkan GELIS (Gerakan Literasi Sekolah) berupa antara lain membiasakan murid membaca buku non fiksi selama 15 menit di awal pembelajaran jam pertama dan membuat rangkuman hasil membaca secara tertulis dan menjadikan sebuah buku.

Pandemi covid mempengaruhi pelaksanaan GELIS. Setelah mulai ada PTM terbatas, penulis mulai melaksanakan lagi gerakan membaca selama 15 menit dilanjutkan dengan CEMANI (cerita lima menit). Salah satu murid yang ditunjuk secara acak, maju ke depan kelas untuk bercerita isi buku yang di baca. Beberapa murid yang ditunjuk ada yang meminta untuk diijinkan bercerita tentang peristiwa yang dialami atau kegiatan yang telah dilakukan.

Bercerita sebuah kegiatan yang memicu kemampuan berpikir kritis untuk merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat yang merupakan rangkuman hasil membaca buku atau kilas balik peristiwa maupun kejadian yang dialami.

Aktivitas tersebut juga menjadikan murid suka membaca, percaya diri dengan kemampuan berbicara di depan kelas, serta menghargai diri sendiri dan teman yang maju. 

7.      Membudayakan literasi materi sebelum pembelajaran.

Tujuan pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara yang sejalan dengan nilai dan peran Guru Penggerak yaitu menuntun murid dengan menjadikannya subjek pembelajaran menggunakan kodrat alam, jaman, dan bermain  untuk memperbaiki lakunya sehingga tercipta Profil Pelajar Pancasila.

Sebagai subjek pembelajaran, murid menjadi tokoh utama dalam proses belajar mengajar di kelas. Metode ceramah tidak mendominasi dalam kegiatan belajar. Ketika murid hendak belajar di kelas, mereka sudah seharusnya mempunyai bekal pengetahuan materi yang dipelajari. Sehingga saat proses belajar, mereka bisa bertanya hal-hal yang tidak dipahami.

Materi yang hendak dipelajari, penulis bagikan di kelas maya Google Classroom berupa pdf atau tulisan di blog atau video pembelajaran hasil karya penulis sendiri dengan menggunakan aplikasi Animaker dan Easy Sketch. Saat membagikan sehari sebelum pembelajaran. Atau sebelum memulai pembelajaran dan meminta murid untuk literasi selama 15-20 menit.

8.      Tugas projek membuat poster ringkasan materi.

Tugas projek individu berupa membuat poster ringkasan materi lingkaran yang dapat memicu kreativitas dan inovasi. Untuk media yang digunakan, guru memberikan kebebasan pada murid. Ada yang mengerjakan secara manual dan ada yang menggunakan aplikasi seperti canva, power point, microsoft word.

9.      Melaksanakan restitusi untuk menyelesaikan murid yang bermasalah.

Penerapan segitiga restitusi saat menyelesaikan masalah seorang murid yang melanggar keyakinan kelas.

10.  Menugaskan murid berkolaborasi mengerjakan lembar kerja kelompok.

Kolaborasi antara murid PTM dan PJJ menjembatani keterbatasan waktu dan tempat. Menimbulkan sikap tanggung jawab, kritis, peduli, rasa ingin tahu, dan tolong menolong.

Diskusi kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 2 murid PTM dan 2 murid PJJ membahas materi Polinomial mata pelajaran matematika peminatan. Diskusi dilaksanakan dalam kelas melalui aplikasi WhatsApp Grup kecil dengan guru dimasukkan dalam WAG tersebut sehingga dapat memantau jalannya diskusi.

D.    TOLAK UKUR KEBERHASILAN

Keberhasilan aksi nyata dapat dilihat dari budaya positif yang menjadi kebiasaaan pada warga sekolah.

E.     TANTANGAN KEGIATAN

Motivasi internal warga sekolah terutama murid yang masih perlu ditingkatkan.

F.      HASIL AKSI NYATA

Pengimbasan Modul 1.1 dan 1.4

Refleksi semester 3 dan Harapan semester 4





Membuat keyakinan kelas dengan Padlet





Li Jum Pah (Lihat Jumput Sampahmu)

 

Cemani (Cerita Lima Menit)


Literasi materi sebelum pelajaran





Tugas projek membuat poster

Melaksanakan restitusi untuk menyelesaikan murid yang bermasalah

Menugaskan murid berkolaborasi mengerjakan lembar kerja kelompok

G.    RENCANA PERBAIKAN

Hal yang mendasar untuk diperbaiki dari aksi nyata yang sudah penulis laksanakan adalah memperbaiki dengan menumbuhkan motivasi internal dari warga sekolah, khususnya murid.

Demikian aksi nyata yang sudah penulis laksanakan dalam satu bulan ini. Semoga bermanfaat.